Tanam Telo, Cabut Telo: Pilar Kepemimpinan, Transformasi Peradaban, dan Integritas
Oleh: Sri Wahyuni*)
SEMARANG – nujateng.com – Gerakan “Tanam Telo, Cabut Telo” yang diinisiasi oleh Direktur Utama Rumah Sakit Islam (RSI), dr. Agus Ujianto, adalah sebuah filosofi kepemimpinan adaptif dan transformatif yang menyentuh empat pilar krusial: Pelestarian Lingkungan, Transformasi Kesehatan, Integritas Tata Kelola, dan Pendidikan Kader.
1. Filosofi Telo: Efisiensi Inovasi dan Fondasi Peradaban Masa Depan
Menanam dan memanen ketela di lahan Kaligawe adalah respons cerdas terhadap tantangan lingkungan, sebuah model efisiensi, efektivitas, dan produktivitas yang berkelanjutan. Batang ketela yang dapat ditanam kembali (duplikasi) mencerminkan visi dr. Agus Ujianto untuk mendidik dan mencari kader penerus, memastikan penyiapan sistem sesuai peradaban.
Lebih dari itu, konsep “Tanam Telo, Cabut Telo” ini juga sama dengan cara memproduksi inovasi layanan modern menuju teknologi baru dan Kedokteran Presisi (Precision Medicine) di masa depan:
Menanam Inovasi:
Investasi awal yang cermat pada teknologi dan pengetahuan (low cost, high impact).
Duplikasi Berkelanjutan:
Proses yang dapat direplikasi dan disempurnakan terus-menerus untuk mencapai hasil yang maksimal.
Filosofi kepemimpinan ini lahir dari kematangan dr. Agus Ujianto sebagai aktivis dan manajerial, yang menyeimbangkan antara idealisme pergerakan dan prinsip manajemen yang efisien.
Misi Yayasan dan Tujuan Mulia
Seluruh upaya ini didedikasikan untuk mencapai misi dan visi Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA), yaitu menjadikan generasi Khaira Ummah (Umat Terbaik) dan mewujudkan Birrul Walidayn (Berbakti kepada Orang Tua) melalui layanan kesehatan yang optimal.
Dengan mengadopsi teknologi dan integritas, RSI berupaya membangun peradaban masa depan yang unggul, sehat, dan berakhlak mulia.
2. Pilar Integritas dan Kepatuhan: Janji Profesi dan Anti-Fraud
Kepemimpinan dr. Agus Ujianto didasari oleh prinsip spiritual dan komitmen etis:
Sumpah dan Janji Profesi: Setiap petugas—pemimpin, dosen, dan dokter—harus menunaikan sumpah profesi, sumpah jabatan, dan janji MoU (bagi pimpinan). Marwah Institusi harus ditegakkan melalui integritas komitmen tersebut.
Kesadaran Risiko Jabatan dan Innalillahi wa inna ilaihi raji’un: Prinsip keikhlasan ini membebaskan pemimpin untuk fokus pada kinerja terbaik dan melengkapi sistem, bukan mempertahankan kekuasaan semata.
Prinsip Do What You Write and Write What You Do: Penegakan prinsip ini menjamin konsistensi pelayanan dan kepatuhan terhadap standar akreditasi. Hal ini merupakan upaya tatalaksana anti-fraud yang sinergis dengan BPKA. Dengan demikian, klaim ke BPJS dipastikan sah, sesuai aturan, dan tanpa fraud.

3. Kesetaraan Perjuangan dan Keselamatan Nakes
Filosofi ini juga meluruskan pandangan internal: perjuangan sekarang tidaklah lebih mudah. Setiap generasi menghadapi tantangan yang berbeda dan regulasi yang semakin maju seiring perkembangan ilmu pengetahuan.
Kesetaraan Perjuangan:
Karyawan lama tidak boleh merasa paling berjasa. Perjuangan adalah komitmen berkelanjutan yang harus diiringi dengan peningkatan kompetensi, sejalan dengan gaji yang diterima.
Adaptasi Regulasi:
Perkembangan aturan, termasuk Omnibus Law, menuntut kesetaraan dan profesionalisme adaptif. Jika tenaga kesehatan (Nakes) tidak mengikuti perkembangan zaman, mereka akan dianggap konvensional dan enggan berjuang bersama dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban versus kehormatan profesi.

Keselamatan Nakes:
Perjuangan saat ini sangat erat kaitannya dengan keselamatan Nakes (Official Safety) itu sendiri, di mana sistem harus dilengkapi untuk melindungi petugas sambil tetap menjamin mutu pelayanan.
”Tanam Telo, Cabut Telo” adalah ajakan untuk bertindak secara holistik: menanam sistem yang jujur dan efisien, merawat sumber daya manusia dan lingkungan, dan memanen integritas serta peradaban masa depan.***
*)Sri Wahyuni, Manager Humas dan Media RSI Sultan Agung Semarang
