Kajian Hukum: Legalisasi Stem Cell Autologus Segar Tanpa Kultur sebagai Tindakan Bedah di Indonesia dan Dunia
4 mins read

Kajian Hukum: Legalisasi Stem Cell Autologus Segar Tanpa Kultur sebagai Tindakan Bedah di Indonesia dan Dunia

Oleh: Agus Ujianto

SEMARANG – nujateng.com – ​Terapi sel punca (stem cell) autologus segar tanpa kultur—sering disebut sebagai prosedur minimal manipulasi atau point-of-care—telah menjadi praktik yang umum dilakukan oleh para ahli bedah, baik di Indonesia maupun secara global.

Legalitas pelaksanaan prosedur ini didasarkan pada pembedaan mendasar antara tindakan medis/transplantasi jaringan dan produk obat biologis.

​I. Prinsip Minimal Manipulasi dan Pengecualian Regulasi Obat

​Secara hukum internasional dan juga implisit di Indonesia, keberhasilan prosedur stem cell autologus segar berada pada konsep “Minimal Manipulasi”.

​A. Konteks Global

​Di banyak yurisdiksi, termasuk Amerika Serikat (melalui Food and Drug Administration/FDA) dan Uni Eropa, sel autologus yang hanya mengalami manipulasi minimal (seperti sentrifugasi sederhana untuk memisahkan komponen sel—misalnya menghasilkan Stromal Vascular Fraction (SVF) dari lemak atau Bone Marrow Aspirate Concentrate (BMAC) dari sumsum tulang) dikecualikan dari regulasi ketat produk obat. Pengecualian ini terjadi karena:
​Autologus: Sel berasal dari diri pasien sendiri, mengurangi risiko penolakan imun.

​Segar Tanpa Kultur (Point-of-Care): Proses isolasi, pengolahan minimal, dan pemberian kembali kepada pasien dilakukan dalam satu tindakan operasi dan waktu yang singkat (single-step).

​Bukan Produk Obat: Prosedur ini dipandang sebagai perluasan dari praktik kedokteran atau transplantasi jaringan autologus yang telah ditingkatkan, bukan sebagai obat biologis yang diproduksi secara massal.

​II. Landasan Hukum di Indonesia: Permenkes dan Asas Legalitas

​Legalitas di Indonesia berpegangan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 32 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel, serta peraturan terkait transplantasi jaringan.

​A. Permenkes No. 32 Tahun 2018: Batasan Kultur

​Permenkes ini secara eksplisit mengatur bahwa pelayanan sel punca harus bertujuan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Pasal 4 Ayat 1). Sel punca yang digunakan harus bersumber dari manusia (termasuk autologus) (Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 8 Ayat 1).

​Poin krusial yang membedakan prosedur segar tanpa kultur adalah Pasal 13, yang menyatakan:
​”Pengolahan Sel Punca dan/atau Sel yang diproduksi secara massal harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, kemanfaatan, dan memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang obat.”
​Secara interpretasi hukum, prosedur stem cell autologus segar tanpa kultur (Minimal Manipulasi, seperti SVF atau BMAC yang langsung diisolasi dan diinjeksikan) tidak dikategorikan sebagai sel yang “diproduksi secara massal.” Oleh karena itu, prosedur ini dikecualikan dari kewajiban memiliki izin edar BPOM dan ditempatkan sebagai Pelayanan Medis/Tindakan Kedokteran yang berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab rumah sakit dan dokter spesialis yang berwenang.

​B. Analogi Transplantasi Jaringan Autologus (Graft)

​Pelaksanaan stem cell autologus segar yang melibatkan pengambilan dan pemindahan jaringan (seperti lemak atau sumsum tulang) diperkuat oleh peraturan yang mengatur transplantasi.

​Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh (yang kini didukung oleh PP No. 28 Tahun 2024 sebagai turunan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023) mendefinisikan Transplantasi Jaringan tubuh sebagai pemindahan Jaringan tubuh dari Pendonor ke Resipien guna penyembuhan (Pasal 1 Ayat 5).

​Darah Tepi, Sumsum Tulang, dan Lemak (Adiposa): Penggunaan stem cell yang berasal dari sumsum tulang atau lemak (SVF/BMAC) dalam prosedur single-step dianalogikan sebagai transplantasi jaringan autologus, serupa dengan skin graft (cangkok kulit) atau transplantasi sumsum tulang (Bone Marrow Transplant) yang telah menjadi praktik standar.

​III. Legalitas Pelaksanaan di Klinik Utama dan Rumah Sakit

​Prosedur ini legal dilakukan oleh ahli bedah yang berkompeten di fasilitas kesehatan yang berizin, berdasarkan:
​Wewenang Pelayanan Sel Punca: Pasal 19 Ayat (1) & (2) Permenkes No. 32 Tahun 2018 menegaskan bahwa Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel hanya dapat diselenggarakan di Rumah Sakit yang ditetapkan Menteri atau Klinik Utama yang memiliki izin yang sesuai.

​Kompetensi Ahli Bedah: Ahli bedah (misalnya Ortopedi, Bedah Plastik, atau Bedah Vaskular) memiliki kompetensi yang memadai untuk melakukan tindakan pengambilan jaringan (seperti liposuction untuk lemak atau aspirasi sumsum tulang) dan aplikasi sel punca (point-of-care) di area bedah, yang merupakan bagian integral dari praktik spesialis mereka.

​Sebagai penutup, selama sel punca autologus hanya mengalami minimal manipulasi (tidak ada perbanyakan/kultur sel ekstensif) dan digunakan untuk pasien yang sama sebagai bagian dari tindakan medis/regeneratif, pelaksanaan oleh ahli bedah di fasilitas yang terstandar adalah legal dan sejalan dengan regulasi kesehatan di Indonesia.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *