Menghidupkan Kembali Peradaban Sungai dan Laut di Pantura Semarang
3 mins read

Menghidupkan Kembali Peradaban Sungai dan Laut di Pantura Semarang

Dari Bencana Rob Menuju Warisan Peradaban Dunia

Oleh: Dr Agus ujianto MSI Med SpB/ ketua umum PP IKA Unissula*)

SEMARANG – nujateng.com – Selama ini, masyarakat Pantura Semarang, khususnya kawasan Jalan Kaligawe, menghadapi tantangan ganda: banjir tahunan dan ancaman rob (banjir pasang air laut) yang makin parah akibat penurunan tanah (subsidence). Upaya mitigasi struktural—seperti peninggian jalan—sering kali bersifat sementara dan kalah cepat.

Sudah saatnya kita mengubah paradigma: berhenti melawan air, dan mulailah beradab dengannya.
Inspirasi Water Civilization: Mengubah Ancaman Menjadi Keunggulan

Sejarah global mengajarkan bahwa peradaban yang paling maju di dunia adalah mereka yang membangun hubungan harmonis dengan air.

Peradaban di lembah Sungai Nil, Mesopotamia, hingga kota-kota kanal di Belanda dan Venesia tidak menghindari air, melainkan mengelolanya sebagai pusat kemakmuran, transportasi, dan identitas budaya.

Filosofi kuncinya adalah Adaptasi Ekstrem. Komunitas ini, yang bisa kita sebut sebagai “Suku Air,” memandang air bukan sebagai hambatan, tetapi sebagai nadi peradaban.

Mereka menggunakan arsitektur adaptif (seperti rumah apung atau berkolong tinggi) dan sistem kanal terintegrasi untuk hidup bersama air, bukan melawannya. Di Indonesia, kearifan lokal seperti Suku Baduy juga mengajarkan bahwa alam, termasuk air, adalah titipan yang harus dijaga kelestariannya (konservasi), bukan dieksploitasi.

Transformasi Kaligawe: Dari Masalah Menuju Water Heritage

Transformasi Kaligawe sebagai proyek percontohan nasional untuk mengubah kawasan rob menjadi “Water Heritage” di masa depan, berbasis pada prinsip adaptasi dan peradaban air.

Arsitektur Amfibi dan Panggung: Daripada terus meninggikan daratan yang rentan ambles, pembangunan di sepanjang Kaligawe harus beralih ke konsep arsitektur panggung (stilt architecture) atau bangunan amfibi yang dirancang untuk beradaptasi terhadap perubahan ketinggian air. Ini akan menciptakan citra kota yang unik dan futuristik.

Kanal Terintegrasi dan Transportasi Air: Air rob tidak lagi dilihat sebagai bencana, tetapi sebagai bagian dari sistem kota. Pengembangan sistem kanal dan drainase holistik dapat mengelola aliran air secara efektif. Kanal-kanal ini kemudian dapat dimanfaatkan sebagai jalur transportasi dan wisata air, meniru sukses kota-kota kanal dunia.

Warisan Adaptasi Iklim: Kaligawe dapat dijadikan pusaka peradaban yang menceritakan sejarah hidup dan perjuangan Kaum Pantura yang berani beradaptasi dengan laut dan ancaman iklim. Ini akan menjadi destinasi wisata edukasi yang menunjukkan kepada dunia strategi bertahan hidup terbaik di era krisis iklim.

Rekomendasi Kebijakan Utama
Kami mendorong Pemerintah untuk mengambil langkah tegas:

Regulasi Khusus:
Segera susun Peraturan Daerah (Perda) tentang Zona Adaptasi Air di kawasan rob, melegalkan dan memfasilitasi pembangunan infrastruktur yang adaptif, seperti arsitektur panggung.

Alih Dana:
Alihkan dana mitigasi bencana yang berulang kali gagal menjadi investasi jangka panjang untuk membangun infrastruktur Water Heritage Kaligawe.

Keterlibatan Masyarakat: Libatkan masyarakat lokal sebagai “Suku Air Baru” dalam perencanaan dan operasional, memastikan bahwa transformasi ini berkelanjutan dan berakar pada kearifan lokal.

Dengan mengubah ancaman menjadi keunggulan, Jalan Kaligawe tidak hanya akan selamat dari rob, tetapi bertransformasi menjadi pusaka peradaban yang membanggakan Indonesia.***

#KaligaweHeritage #WaterCivilization #AdaptasiRob #SemarangMaju #KaumPantura

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *