Jihad Santri Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia
6 mins read

Jihad Santri Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia

Oleh: Ahmad Rofiq*)

nujateng.com – Marilah kita ungkapkan puji dan syukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla. Hanya karena atas karunia dan kasih sayang-Nya kita semua dapat merayakan peringatan Hari Santri Nasional ke-9, tahun 2024 ini di Masjid Agung Jawa Tengah yang kita cintai ini. Shalawat dan salam, mari kita senandungkan pada Baginda Rasulullah saw, keluarga, sahabat, dan para tabiin, semoga semua urusan kita di dunia dimudahkan oleh Allah, dan kelak kita mendapat syafaat beliau. Amin.

Allah Ta’ala berfirman: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama — belajar di pesantren — dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. At-Taubah: 122).

Beberapa sumber menyebutkan, bahwa sejarah berdirinya pondok pesantren yang pertama kali di Indonesia diyakini dimulai sejak abad ke-14. Menurut Babad Demak, model pendidikan Islam ini pertama kali muncul pada masa Sunan Ampel (Raden Rahmat). Kementerian Agama menyebutkan bahwa setelah lahirnya UU Pesantren, “Pesantren Bertambah 11.000 Sejak UU Pesantren Disahkan”. Sampai hari ini, jumlah pesantren yang terdata di Kementerian Agama sebanyak 41.220 pesantren. Lompatan yang luar biasa karena di awal-awal disahkan Undang-Undang Pesantren, jumlah pesantren hanya sekitar 29.000, tetapi begitu disahkan UU Pesantren, minat masyarakat untuk mendirikan pesantren luar biasa. Sedangkan jumlah santri yang aktif sebanyak kurang lebih 3,4 juta dan jumlah pengajar (kiai/ustad) sebanyak 370 ribu.

Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri merujuk pada tercetusnya “Resolusi Jihad” KH. Hasyim Asy’ari yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi Jihad inilah yang membakar semangat dan mengobarkan api perlawanan anak bangsa, sehingga dengan gagah berani, tanpa ada rasa takut, anak-anak bangsa yang terdiri dari laki-laki, perempuan, orang tua, kaum muda, semua bersatu padu melakukan perlawanan kepada kolonial yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dan berawal dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, pecah peristiwa heroik tanggal 10 November 1945 yang kita peringati sebagai Hari Pahlawan.

Kita semua prihatin dan berduka atas kasus robohnya bangunan pesantren Al-Khaziny Sidoarjo yang menewaskan 67 santri. Tentu di balik ujian tersebut, Allah akan menunjukkan apakah itu musibah biasa atau akan muncul kebenaran yang hakiki. Allah a’lam. Pesantren dan santri identik dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Melalui Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dipimpin langsung oleh KH Hasyim Asy’ary. Beliau menegaskan bahwa berjuang mempertahankan kemerdekaan adalah kewajiban agama, dan fardlu ‘ain hukumnya.  Peringatan Hari Santri Nasional 2025, yang mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Duniaadalah menggambarkan betapa semangat, komitmen, tanggungjawab, dan perjuangan pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan, mengisi, dan membangun masa depan, adalah bagian dari jihad fi sabilillah sebagai kelanjutan Resolusi Jihad dalam mempertahankan kemerdekaan. Apalagi Indonesia sedang menghadapi bonus demografi, dan menghadapi momentum istimewa yakni Indonesia Emas pada 2045. Makin berat tantangan yang harus dihadapi para santri. Pertama, makin longgarnya etika dan akhlak anak-anak muda. Mereka makin permisif, hal-hal yang seharusnya tabu dan terlarang, seolah-olah sudah menjadi praktik yang dianggap lumrah. Kasus hubungan layaknya suami-istri tanpa pernikahan sudah sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Makin sedih lagi ketika siswa sekolah tertentu mogok belajar, hanya gegara membela temannya yang merokok dan ditampar oleh kepala sekolah di SMAN 1 Ciparna Banten, adalah kisah sedih yang menggambarkan betapa makin lunturnya komitmen anak-anak kita terhadap akhlak mulia.

Kedua, ancaman penyalahgunaan narkoba makin bertambah. Laman liputan6.com merilis, dengan judul “BNN Sebut 3,3 Juta Warga Indonesia Pecandu Narkoba, Paling Banyak Usia Muda”. Hasil survei nasional prevalensi penyalahgunaan atau pecandu narkoba tahun 2023 adalah 1,73% atau setara dengan 3,3 juta penduduk Indonesia, paling banyak berusia 15-24 tahun”. Belum lagi kasus-kasus “kekerasan seksual” yang menimpa sebagian pesantren yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mencemari pesantren. Ibarat “nila setitik rusak susu sebelanga”. Na’udzu biLlah.

Ketiga, hingga September 2025, Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) mencatat 306.641 kasus kejahatan di seluruh Indonesia. Kejahatan yang paling banyak ditangani adalah penipuan, pencurian dengan pemberatan (curat), dan penganiayaan. Polda Metro Jaya, Polda Sumatera Utara, dan Polda Jawa Timur menjadi tiga polda dengan jumlah kasus kejahatan tertinggi.

Karena itulah, melalui renungan ini, kita bisa menitipkan pendidikan anak-anak dan cucu-cucu kita ke pesantren. Misi utama pesantren adalah menyiapkan para calon-calon Ulama masa depan, yang selain mereka menjadi faqih/fuqaha’ fi d-din (sangat faham ilmu agama), ‘alim (berilmu banyak), ‘amil (pengamal ilmu agama), ‘abid (penghamba kepada Allah), wara’ (hidup wira’i dan berhati-hati terhadap hal makruh), dan al-‘arif biLlah (makrifat/mengenal Allah dengan baik), juga sekaligus mahir dalam ilmu umum, hukum, sosial, politik, dan lain sebagainya.

Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang waktu itu memang menghadapi penjajah secara fisik, sekarang perlu terus digelorakan melalui jihad bil ‘ilmi, bil fikri, dan jihad bil hikmah.  Santri hari ini adalah Ulama masa depan guna mengawal Indonesia Merdeka menuju Peradaban Dunia. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintakan ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641).

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam QS. Al-Mujadalah 11: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.***

*)Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Guru Besar Hukum Islam UIN Walisongo Semarang, Ketua PW DMI Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua II YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang, Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah, Ketua DPS Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang, DPS BPRS Bina Finansia, dan Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *