Gus Baha : Tak Diminta Pertimbangan, Kok Ikut Campur Urusan Allah?

0
19144
KH. Ahmad Bahauddin Nursalim
kredit ilustrator: Haidar Latif

nujateng.com-Pernah suatu saat Malaikat Gunung menawarkan diri kepada Nabi Muhammad SAW bahwa mereka siap untuk menghabisi kafir Quraisy. Mendengar ucapan itu, Nabi berkata sebagaimana termaktub dalam Shahih Bukhari :

“Jangan! Bagaimanapun juga dari mereka bisa jadi keluar keturunan yang tidak menyekutukan Allah.”

Ucapan Rasulullah SAW  pun terjadi  pada anak Abu Jahal yang bernama Ikrimah. Kini ia menjadi alim luar biasa. Selain putri Abu Jahal, orang paling top dalam membela Islam adalah Khalid notabene anak dari Walid.

Diketahui secara umum, Walid merupakan orang paling memusuhi Muhammad SAW. Semua orang faham perilaku orang bernama Walid bin Mughiroh.

Putri Abu Lahab Darrah juga mengikuti hijrah Rasulullah. Anggapan perempuan-perempuan Muhajirin kepada Darrah:

“Kamu itu tidak mungkin beriman, karena bapakmu itu kekafirannya telah ditetapkan al-Quran”

Mendapatkan ungkapan demikian, Darrah mengadu kepada Rasulullah SAW dan naik pitam.

“Bagaimana mungkin kalian menyakiti keluarga saya di depan muka saya sendiri?” ucapnya. Pasca kemarahan Nabi SAW, para sahabat mulai melunak dan setiap salat tidak  membaca tabbtas yada abi lahab (surat al-Lahab) ketika Darrah menjadi ma’mum karena akan menyinggung.

Membaca al-Quran harus hati-hati. Gus Baha bercerita, kala dahulu ada orang munafik membangun masjjd, niat membangun masjid agar bisa membaca Abass Wa Tawalla (surat Abasa) bermaksud mengenang kesalahan Kanjeng Nabi.

Orang demikian kurang ajar karena membaca al-Quran diniati mengenang kesalahan Nabi Muhammad. Lebih baik, menjadi manusia mudah seperti kalian yang tidak faham, baca al-Quran semampunya dan semaunya agar cepat selesai.

Pengampunan Allah

Teori Nabi Muhammad tentang tak semuanya keturunan orang yang menyekutukan Allah akan sama. Hal itu terlihat saat melihat gentho (penjudi) yan jarang salat namun anaknya masuk TPQ.

Buah hatinya melakukan salat, puasa, dan salam sementara ayahnya tidak. Hal ini menunjukkan bahwa anak orang gasik belum tentu jadi fasik.

 Sebaliknya, orang saleh punya anak fasik, jarang. Enak hidupnya sebagai umat Nabi Muhammad, demikian. Kalaupun anak orang alim apes-apes-nya ya tidak alim. T

api tidak sampai fasik, kalau fasik pun paling balik normal lagi. Ini menjadi pembeda antara syariat Nabi Nuh dengan Nabi Muhammad.

Menurut Gus Baha, syariat Nabi Muhammad benar. Berdasarkan riwayat Abu al-Hasan al-Syadzili, bahwa Nabi Ibrahim secara lahir memiliki Bapak bernama Azhar. Jika Nabi Nuh hidup di masa Azhar dan berdoa orang jelek diberi keturunan jelek, yang kena Nabi Ismail.

Padahal kita ketahui bersama, dari Nabi Ismail bersambung keterunan sampai Nabi Muhammad. Kan bisa tidak lahir Nabi Muhammad.

Maka menurut guyonan ala Abu al-Hasan al-Syazdili saling berbantang dengan Nabi Nuh.

“Bagaiaman Nabi Nuh ini, kok tidak pakai caranya Nabi Muhammad?,” ungkapnya.

“Bagaimana aku tahu, lha wong Nabi Muhammad lahirnya setelah aku,” balas Nabi Nuh. .

Dialog tadi itu merupakan cerita, bahwa di dunia ini terdapat ilmunya. Tarekat Abu al-Hasan al-Syadzili menjadi dominan di sini, pun ada tarekatnya Abdullah al-Haddad (Ratib).

Perlu diketahui, bahwa Sayid Abdullah al-Haddad ini sayyid paling khusyuk. Semenjak kecil ia sudah buta, justru ayahnya bersyukur karena itu. Minimal aman dari maksiat mata.

Bagaimana, memiliki ayah kok tingkat kessalehannya sedemikian rupa? Punya anak buta malah sujud syukur. Wali dengan pandangan demikian sudah beda dengan manusia biasa.

Abdullah al-Haddad berkata :

“Jika ada orang toleran terhadap maksiat, makai a rela Allah dihina di muka bumi,” tuturnya. Sebagai pengarang Nashaih al-Diniyah, Risalah al-Muawanah, dan Ratib al-Haddad sangatlah ketat.

Berbeda dengan al-Haddad, Abu Hasan al-Syadzili berkata demikian:

“Orang yang menginginkan dunia ini steril dari maksiat, maka dia senang ketika Allah tidak nampak maha ampunan-Nya,” ungkapnya. Bentuk maghfiroh yang bisa dirasakan oleh umatnya jkarena ada maksiat.

Kebanyak kiai-kiai di Jawa menggunakan ibarat Abu Hasan al-Syadili karena banyak umatnya yang fasik. Maka dari itu thariqah Sadziliyah digdaya di Jawa karena ungkapan mashyur itu.

Abu al-Hasan al-Syadzili punya murid bernama Abu al-Abbas al-Marsy (al-Mursy). Al-Marsy merupakan guru dari Ibnu Athaillah as-Sakandari, ulama penulis al-Hikam. Oleh karenanya corak Kitab Hikam ikut Abu al-Hasan al-Syadzili karena mbah gurunya, al-Syadzili.

Terdapat cerita di dalam al-Hikam, seorang wali di Multazam berdoa kepada Allah:

“Ya Allah, satu-satunya permintaanku pada-Mu adalah engakau menyelamatkanku dari dosa-dosa,” pintanya. Do aini memang benar, namun jawaban dari Alloh:

“Jika kamu tidak berdosa sama sekali, lantas mau dikemanakan pengampunan-Ku ini,?” jawab-Nya. Orang yang tidak pernah memiliki dos aitu, apakah ingin maghfiroh Alloh nganggur?. Akhirnya, seorang yang berdoa ini mencabutnya.

Hal-hal demikian memberikan fakta, bahwa sefasik-fasiknya Umar r.a, saat meninggal ia khusnul khotimah. Khalid bin Walid yang menyebabkan Nabi Muhammad kalah saat Perang Uhud, pun saat mati khusnul khatimah.

Berbeda dengan orang sekarang, membaca sejarah siap Khalid bin Walid yang notabene kafir namun meninggal dalam keadaan baik sama seperti Umar r.a sangat memusuhi Rasulullah SAW lalu khusnul khatimah.

Namun, dalam realita hari ni memiliki tetangga yang fasik seperti sulit menerima kemungkinan bahwa mereka akan meninggal khusnul khatimah.

Elaborasinya dengan ilmu yang tidak dijadikan perilaku. Gus Baha memberikan contoh, jika anda memiliki ayah atau tetangga fasik bisa memunculkan kemungkinan di dalam hati bahwa keduanya akan khusnul khatimah, sebagaimana dalam sejarah.

Tapi kebanyakan orang kan tidak demikian. Kalau sudah benci dengan tetangga, dalam hati selalu terbayang bakan meninggal su’ul khatimah.

Gus Baha bercerita kepada salah seorang tamu, ada orang yang meninggal karena minum  oplosan. Gus Baha diminta untuk menyolati dengan alasan tidak tega dengan orang tunya.

Saat berbicara kepada orang tuanya, bahwa meninggalnya dikarenakan Malaikat Izrail mencabut nyawanya bukan disebabkan perkara lain. Kematian ini bagi kita tidak tahu akan khusnul khatimah atau su’ul khatimah.

Ketidaktahuan ini memberikan kesempatan untuk berpikir tentang diri sendiri dan tak perlu memikirkan nasib orang lain yang akan khusnul khatimah atau su’ul khatimah.

Perkara-perkara demikian telah menjadi kewenangan Allah dengan instrument penilaian dan cara menghukumnya sendiri. Jadi, mengapa kita harus ikut usul memikiran urusan Alloh? Kan, manusia tidak dimintai perimbangan, kenapa harus usul?

Cerita Nabi SAW Tentang Ubay

Kontribusi Rasulullah SAW dalam permasalah ini sangat luar biasa. Ia pernah dimintah oleh anak Abdullah ibn Ubay ibn Salul yang notabene seorang munafik berdasarkan nash al-Quran. Ia menjadi figur yang kepamorannya menurun pasca Rasulullah SAW datang ke Madinah. Merasa orang asli Madinah, ia memprovokasi orang-orang Arab.

“Bagaimana kalian ini, kepada pendatang malah dihormati. Sedang kit aini penduduk asli,” ucapnya. jika kalian pernah mendengar ucapan masyhur dari Ubay menghina Nabi:

“Bikin kenyang anjingmu, nanti dia akan menggigitmu,” sindirnya kepada Nabi Muhammad.

Mendengar ucapan itu, Allah pun murka kepada Ubay karena menyamakan kekasih-Nya dengan anjing yang bakan menggigit saat diberi kenyang. Allah pun mengutus Jibril untuk menurunkan ayat yang menjelaskan kemunafikan Ubay.

Di semua penduduk Madinah terprovokasi kehadiran orang-orang ‘arobi Madinah. Ayo, kita sebagai penghuni asli harus mengusir para pendatang yang hina.

Pertimbangan pertolongan dari anaknya Ubay membuktikan bahwa sejelek-jeleknya manusia. Bagaimanapun dia punya seorang anak saleh yang berguru kepada Rasulullah. Anaknya berkata kepada Nabi Muhammad :

“Duhai Nabi, saya mohon, bapak say aini punya banyak salah yang tak karuan. Tolong rela untuk mensalati dia (Ubay) saat meninggal,” pintanya. Tak berhenti sampai di situ, Nabi menuruti permintaan  jubahnya yang digunakan untuk menjadi kain kafan Ubay.

Peristiwa ini memberikan gambaran, orang Islam itu tidak ada yang dibungkus dengan jubahnya Rasulullah SAW, tapi jasadnya Ubay menerima penghormatan itu. Setelah dikebumikan jasadnya, anaknya meminta Nabi untuk meludahi jubahnya bermaksud untuk mencari berkah.

Bukan tanpa protes, saat Nabi beranjak akan menunaikan salat jenazah, Umar r.a mencegah dan berkata:

“Bukankah di aini sosok yang buruk mulutnya, dsb?” ungkapnya. Lalu dijawab oleh Nabi :

“Menyingkir, Umar! Aku ini Nabi, jika larangan belum turun tentu tetap berlanjut,” katanya. Sebelum mensalati jenazah, Jibril turun guna menjelaskan posisi Nabi yang tak diperkenankan salat jenazah untuk orang munafik, lalu undur diri.  

Menurut ahli sejarah, setelah nabi undur diri dari mensalati Ubay, terdapat 1000 orang dari saudara-saudara Ubay menjadi mukmim (setelah sebelumnya terprovokasi). Perjalanan Nabi Muhammad ini memberi pelajaran tentang berkah sabar dan menahan diri. \

Tapi kiai zaman sekarang paling sulit untuk bersabar dan menahan diri. Atas nama kebenaran paling tidak bisa menahan diri. Cuma tidak sampai meledakkan bom. Namun gerutunya kan menggambarkan tak tahan. [Ed: 011]

Artikel ini mengambil dari ceramah KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim di channel Santri Gayeng berjudul “Gus Baha: Tidak Dimintai Pertimbangan, Ikut Campur Urusan Allah? !