Oleh : Mohammad Umar Said
Seringkali seseorang mengucapkan sumpah atas nama Allah atau Sifat-sifat-Nya untuk mentahqiqkan (تحقيق) sesuatu hal yang akan dilakukan agar orang lain mempercayai ucapannya itu. Seperti ucapan, “Demi Allah besok pagi saya akan ketemu kamu”, “Demi Allah saya cinta padamu, dan minggu depan saya akan menikahimu, dll”. Padahal ucapan sumpah itu tidak boleh diucapkan sembarangan apalagi untuk guyonan atau untuk melakukan perbuatan yang diharamkan.
Ucapan sumpah hanya wajib diucapkan untuk menghindari fitnah, tuduhan dan bersumpah karena untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Dan jika ucapan sumpah tersebut itu dibatalkan, dilanggar, atau tidak dilakukan oleh seseorang dengan pertimbangan ada sesuatu hal yang lebih baik, lebih-lebih tanpa alasan apapun, maka bagi orang yang mengucapkan sumpah itu wajib membayar kifarat (denda). Kifarat adalah denda atau tebusan yang wajib dilaksanakan oleh orang yang melanggar syariat Islam.
Baca juga : Hukum Melanggar Sumpah
Adapun mengenai kifarat sumpah bagi orang yang melanggar sumpahnya sebagaimana dijelaskan oleh Firman Allah swt sebagai berikut:
لُو يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ
“Allah menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak kamu maksudkan (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja”. (QS. Al Maidah: 89)
Hukum sumpah ini diberlakukan terhadap orang yang mengingkari sumpahnya, dia berdosa, dan wajib atasnya kafarat, tapi bagi yang benar-benar menjalankan sumpahnya yang disengaja itu, maka dia tidak berdosa.
Bagaimana cara melaksanakan kafarat?
Jika sumpahnya memang hanya sekali, maka kafaratnya pun hanya sekali, sebab al jaza min jinsil ‘amal (balasan itu sesuai amalnya).
Adapun jika sumpahnya berulang-ulang secara sengaja (tikrarul yamiin), maka kafaratnya mesti ada pada tiap sumpah, hal ini menjadi pendapat dari Imam Abu Hanifah, Imam Malik, salah satu riwayat dari Imam Ahmad. (Fiqhus Sunnah, 3/24)
Baca juga : Diseminasi Informasi Dinkominfo Kendal, Ajak Generasi Milenial Santun Bermedsos
Detil tata caranya, Allah Ta’ala jelaskan sebagai berikut:
فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”. (QS. Al Maidah: 89)
Baca juga : Ranting Kaliyoso Raih Juara Umum POSP PAC Fatayat NU Kangkung
Ayat di atas merupakan peringatan bagi seseorang agar tidak gampang mengucapkan sumpah atas nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Dan perlu diperhatikan juga bahwa sumpah yang mengatasnamakan selain Allah (makhluk) juga tidak diperbolehkan, misalnya “Demi langit dan bumi saya tetap Setia padamu”.
Hindarilah ucapan sumpah yang sembarangan!
Melanggar sumpah juga berlaku bagi para pejabat negara maupun jamiyyah yang bersumpah atas nama Allah kemudian melanggarnya. Contoh : “Demi Allah saya bersumpah dan berjanji akan menjalankan tugas dan kewajiban saya dengan seadil-adilnya, dan saya tidak akan melanggar hukum dan seterusnya.
Jika pejabat tersebut setelah mengucapkan sumpah dan janji kemudian di lain hari ia melakukan tindakan yang melanggar hukum seperti korupsi misalnya, maka sesungguhnya ia tidak saja melanggar hukum pidana dalam (KUHP), akan tetapi ia juga terkena hukum kifarat.
Baca juga : Ranting Kaliyoso Raih Juara Umum POSP PAC Fatayat NU Kangkung
Ini menunjukkan betapa besar tanggung jawab seorang pemimpin dan amat besar dosanya jika melanggar sumpahnya. Oleh karena itu, etikanya jika seseorang diberikan amanat sebuah jabatan, tetapi ia tidak sanggup dan tidak mampu melaksanakannya lebih baik berani mengatakan, “maaf saya tidak sanggup”. Sebagaimana ucapan Sayyidina Umar RA ketika menerima estafet kepemimpinan dari Sayyidina Abu Bakar RA setelah ia didesak oleh kaum muslimin, sambil menangis sesunggukan ia mengucapkan:
انا لله و انا اليه راجعون.
Jadi jabatan itu amanah, tidak boleh memintanya atau berambisi. Tetapi manakala jabatan itu dipercayakan karena mengandung kemaslahatan, jika mampu mengemban maka hukumnya wajib menerimanya. (Ed: Rs-011)
Tulisan ini pertama kali terbit di pcnukendal.com