
Semarang nujateng.com Pondok pesantren merupakan akar Nahdhatul Ulama dalam melakukan kaderisasi. Para santri-santriwati menjadi ujung tombak organisasi yang didirikan oleh K.H Hasyim Asyari di 1926. Mendorong santri untuk mandiri diperlukan pihak-pihak mendukung setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pondok pesantren.
Redaksi nujateng.com berdialog dengan Ketua PW NU-CARE Lazisnu Jawa Tengah, H. Mahsun S.IP setelah penutupan Rapat Kordinasi Wilyah NU-CARE Lazisnu di Tlogo Resort Semarang, Minggu (16/12) siang mengenai salah satu empat program yang menjadi pilar membangun kemandirian umat. Berikut petikan wawancara singkatnya.
Apakah pendidikan menjadi salah program empat pilar NU-CARE Lazisnu Jateng?
Pendidikan dalam arti yang luas, salah satunya bagian non formal bernama pesantren. Beasiswa untuk tahfidz milineal dan pemberdayaan ekonomi di pesantren sudah bergulir beberapa kali.
Apakah tahun depan menjadi pesantren jadi salah satu prioritas ?
Pesantren menjadi salah satu prioritas di tahun 2019 dalam pemberdayaan ekonomi dan beasiswa.
Mengapa demikian ?
Realitas yang terjadi santri belum tersentu dalam bidang pemberdayaan ekonomi. NU-CARE LAZIZNU berinisiatif memaksimalkan bidang pendidikan dan pengembangan kapasitas. (Tidak hanya kita) masyarakat juga harus ikut pedulu pada dunia pesantren.
Kita tahu produk pesantren para menjadi ulamat. Namun, ada juga tidak semua santri menjadi kiai itu yang harus dipikirkan maisah-nya. Terdapat efek kala masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren tidak ada aplikatifnya.
Lazisnu lah (bekerja sama) dengan pesantren karena sehar-hari nya masih dalam satu nafas, yaitu pendidikan pondok pesantren.
Apa yang dikerjakan NU-CARE Lazinu untuk mengurai masalah itu?
Selain dua pondok (Pondok Entrepenuer Tegalerjo dan Pondok Sunan Gunung Jati, Gunung Pati) akan pondok lainnya. (Pondok Tegalerjo) dalam pemberdayaan santri entrepeneur tidak hanya Alumi santri Tegalerjo, meski induk nya API Tegalerjo.
Seperti dikatakan oleh salah satu santri, mereka menerma dari berbagai lapisan masyarakat. Meski dari luar, mindset yang diajarkan berbasis pesantren.
Mengembalikan ghiroh pesantren berdikari secara ekonomi ?
Apa yang sudah NU-CARE Lazisnu Jateng rintis bersambut gayung harapan masyarakat .
Lalu, bagaimana pengembangan beasiswa tahfidz milineal ?
Mindset yang dibangun anak-anak yang berpendidikan formal-formal saja. Begitupun yang tahfidz, jadi tahfidz saja. Namun, mereka yang berpendidikan formal dan hafidz memiliki nilai plus luar biasa. NU –CARE Lazisnu harus bantu mereka menjadi hafidz-hafidzoh.
Gihiroh di era milineal perkotaan dituntu tahfidz al-Quran. Jaid kita menyasar generas muda mulai tingkat SD-SMP dalam memeberi beasiswa salam satu tahun. Selai itu juga, akan dikembangkan minat guna menambah wawasan yang lebih luas.
Harapan dari beasiswa tahfidz miliineal ini bisa mendorong mereka yang berpendidikan formal hingga jenjang perguruan tinggi dan mampu berkiprah dimanapun. Misalnya menjadi dokter atau insinyur serta hafal al-Quran.
Terkait tagline MANTAP, Bagaimana langkah NU-CARE Lazisnu Jateng ?
Modern awalnya ada di media kemudian berpindah ke informasi tekhnologi (IT). Ia akan mendukun akuntabel dengan hasil modernitas. Semua akan terkait semboyan MANTAP. Di awali dari aplikasi. Kita ingin masalah pelaporan keuangan secara manajemen mulai hingga rekrutmen relawan dan pegawai semuanya sudah terintegrasi sitem tersebut.
Gunanya aplikasi meringankan beban kita bekerja. Apalagi mengelola ratusan ribu hingga jutaan. (Red: R-011)