Semarang, nujateng.com – Menteri Ristek dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir menyatakan pengelola kampus harus bertanggungjawab jika ada civitas dan akademikanya yang melakukan aksi-aksi radikal.
“Kalau ada mahasiwa yang terlibat aksi radikalisme, maka rektornya akan kami beri sanksi. Dosen harus pertenggungjawab terhadap mahasiswanya,” kata Nasir dalam seminar bertema “Menghadirkan Kitab Kuning untuk mencegah paham radikal di perguruan tinggi” di Undip di Semarang, Sabtu (6/5/2017).
Nasir mengancam akan memberikan sanksi-sanksi kepada rektor di perguruan tinggi negeri maupun swasta di bawah naungannya yang mahasiswa diketahui melakukan aksi radikal. Namun, Nasir belum menyebut apa sanksi yang akan diberikan. Akan dilihat dulu sejauh mana keterlibatan pimpinan perguruan tinggi tersebut dalam gerakan radikalisme.
Menurut Nasir, Rektor adalah penanggung jawab dari sebuah perguruan tinggi. Ia harus bisa mengontrol, mengendalikan, dan memonitor apa yang terjadi di lingkungannya, baik jajaran pejabat di bawahnya maupun mahasiswa.
Dalam kesempatan tersebut, Nasir membeberkan, perguruan tinggi punya potensi besar untuk menyebarkan paham radikal. Oleh karena itu, potensi-potensi itu perlu ditanggulangi agar tidak merusak NKRI.
“NKRI merupakan pemahaman bersama, makanya harus dipertahankan dan dijunjung bersama,” katanya.
Nasir menyatakan kampus harus menjadi pendampingan mahasiswa agar mereka menjadi mahasiswa yang berkualitas dan menciptakan daya saing bangsa.
Menurut dia, masalah radikalisme sudah terjadi dalam proses panjang. Oleh karena itu, Kementarian Ristek dan Pendidikan Tinggi mencoba melakukan penanggulangan di kampus-kampus yang berpotensi terkena paham radikalisme.
“Jangan sampai kampus jadi sarang radikalisme, karena gerakan radikal ini munculnya dari asing, kemudian mendistorsi paham yang ada,” imbuh Nasir.
Rektor Undip Yos Johan Utama menyatakan siap untuk ikut memberantas paham radikalisme. “Jangan khawatir,” kata dia. Yos berjanji akan bertindak jika ada jajarannya maupun mahasiswa Undip yang melakukan gerakan-gerakan yang membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurutnya, yang penting bukan hanya “omong-omong” saja tapi tindakan riil di lapangan. (Rofi/003)